D. Keluhuran Manusia sebagai Citra Allah


Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budipkerti kelas X (sepuluh) Materi ke 4: Keluhuran Manusia Sebagai Citra Allah. Melalui pembelajaran ini diharapkan kita mampu memahami sikap saling menghargai sesama manusia yang diciptakan sebagai Citra Allah yang bersaudara satu sama lain.

Sebagai  sesama  citra  Allah,  setiap  manusia  adalah  bersaudara.  harus saling menghormati  dan saling mengasihi. Sikap ini seperti yang digambarkan Yesus dalam  perumpamaan  tentang  orang  Samaria yang murah  hati.  Dalam perumpamaan itu dikisahkan bagaimana orang Samaria yang baik hati itu telah memperlakukan orang Yahudi yang mendapat bencana di jalan seperti saudaranya sendiri, bahkan lebih dari itu.

Dalam Kitab Kej 1: 26-27 dikisahkan demikian: Berfirmanlah Allah: “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah menciptakan  manusia itu menurut  gambar-Nya, menurut  gambar Allah diciptakan-Nya  dia, laki-laki dan  perempuan  diciptakan-Nya  mereka”. Dalam kutipan  Kej 1: 26-27 ini jelas dinyatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa  Allah, tentang  makhluk-makhluk  yang lain tidak dikatakan seperti itu. Dalam pelajaran ini, para peserta didik diharapkan dapat mengagumi martabatnya yang luhur dan mensyukurinya. KGK 357 Karena ia  diciptakan  menurut  citra Allah,  manusia  memiliki martabat sebagai pribadi: ia bukan hanya sesuatu, melainkan seorang. Ia mampu mengenal diri sendiri, menjadi tuan atas dirinya, mengabdikan diri dalam kebebasan dan hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, dan karena rahmat ia sudah dipanggil ke dalam perjanjian dengan Penciptanya, untuk memberi kepada-Nya jawaban iman dan cinta, yang tidak dapat diberikan suatu makhluk lain sebagai penggantinya. KGK 358 Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk manusia (Bdk. GS 12,1;24,2; 39,1), tetapi manusia itu sendiri diciptakan untuk melayani Allah, untuk mencintai-Nya dan untuk mempersembahkan seluruh ciptaan kepada- Nya: “Makhluk manakah yang diciptakan dengan martabat yang demikian itu? Itulah manusia, sosok yang agung, yang hidup dan patut dikagumi, yang dalam mata Allah lebih bernilai daripada segala makhluk.  Itulah manusia; untuk dialah langit dan bumi dan lautan dan seluruh ciptaan. Allah sebegitu prihatin dengan keselamatannya,  sehingga Ia  tidak  menyayangi  Putera-Nya  yang tunggal untuk dia. Allah malahan tidak ragu-ragu, melakukan segala sesuatu, supaya menaikkan manusia kepada diri-Nya dan memperkenankan ia duduk di sebelah kanan-Nya” (Yohanes Krisostomus, Serm. in Gen. 2,1).

KGK 360 Umat  manusia  merupakan  satu  kesatuan karena  asal  yang sama. Karena Allah “menjadikan dari satu orang saja semua bangsa dan umat manusia” (Kis 17:26) Bdk. Tob8:6. Pandangan yang menakjubkan, yang memperlihatkan kepada kita umat manusia dalam kesatuan asal yang sama dalam Allah dalam kesatuan kodrat, bagi semua disusun sama dari badan jasmani dan jiwa rohani yang tidak dapat mati dalam kesatuan tujuan yang langsung dan tugasnya di dunia; dalam kesatuan pemukiman  di bumi, dan menurut hukum kodrat semua manusia berhak menggunakan hasil-hasilnya, supaya dengan demikian bertahan dalam kehidupan dan berkembang; dalam kesatuan tujuan  adikodrati: Allah sendiri, dan semua orang berkewajiban untuk mengusahakannya: dalam kesatuan daya upaya, untuk mencapai tujuan ini;… dalam kesatuan tebusan, yang telah dilaksanakan Kristus untuk semua orang” (Pius XII Ens. “Summi Pontificatus”) Bdk. NA 1. KGK 361 “Hukum solidaritas dan cinta ini” (ibid.) menegaskan bagi kita, bahwa kendati keaneka-ragaman pribadi, kebudayaan dan bangsa, semua manusia adalah benar-benar saudara dan saudari.

KGK 362 Pribadi manusia yang diciptakan menurut citra Allah adalah wujud jasmani sekaligus rohani. Teks Kitab Suci mengungkapkan itu dalam bahasa kiasan, apabila ia mengatakan: “Allah membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan napas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia  itu  menjadi makhluk  yang hidup” (Kej 2:7). Manusia seutuhnya dikehendaki Allah. Kata Citra mungkin  lebih tepat kita artikan sebagai Gambaran. Yang menggambarkan! Kalau kita mirip dengan ibu kita, itu tidak berarti kita sama dengan ibu kita . Tetapi dengan mirip ini mau menggambarkan sesuatu,  bahwa pada  diri  kita  entah  itu  fisiknya, karakternya,  sifat-sifatnya ada kesamaan dengan ibu. Dan kesamaan ini bukan dalam arti yang sebenarnya, tetapi  merupakan  gambaran  dari  ibu. Hasil karya, entah itu seni atau yang lainnya dapat menggambarkan si penciptanya. Demikian  pula  makhluk  yang disebut  manusia  itu,  dapat  dikatakan sebagai gambaran atau citra si penciptanya, yaitu Allah sendiri. Manusia diberi kuasa untuk menguasai alam ciptaan lain. Menguasai alam berarti menata, melestarikan, mengembangkan, dan menggunakannya secara bertanggungjawab. Karena  manusia  diciptakan  sebagai Citra  Allah, manusia  memiliki martabat sebagai pribadi: ia bukan hanya sesuatu, melainkan seseorang. Ia mengenal diri sendiri, menjadi tuan atas diri sendiri, mengabdikan diri dalam kebebasan, dan hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, dan dipanggil membangun relasi dengan Allah, pencipta-Nya. Persaudaraan   sejati  adalah  persaudaraan   yang  dihayati  atas  dasar persamaan kodrat sebagai sesama ciptaan Tuhan dan persamaan kodrat sebagai Citra Allah. Persaudaraan sejati tidak membedakan orang berdasarkan agama, suku, ras, ataupun golongan, karena semua manusia adalah sama-sama umat Tuhan dan sama-sama dikasihi Tuhan. Maka setiap orang yang membenci sesamanya, ia membenci Tuhan.