Beriman sebagai Tanggapan atas Karya Keselamatan Allah


Beriman sebagai Tanggapan atas Karya Keselamatan Allah adalah materi ke 3 dari tema Bab I Orang Beriman Menanggapi Karya Keselamatan Allah, materi pembelajaran Pendidikan Agama Katolik Kelas IX Sekolah Menengah Pertama. Pada bagian ini kita diajak untuk lebih mamahami tentang: Makna hidup beriman berdasarkan pengalaman hidup yang telah dijalani, aspek-aspek penting dalam hidup beriman dan juga menemukan ciri-ciri beriman dan buah-buah iman menurut Kitab Suci Yak 2:14-26, memberi contoh pengalaman mewujudkan iman dalam perbuatan para santo-santa, serta memilih hal-hal yang dapat diubah dalam dirinya sehubungan dengan hidup beriman yang dijalani selama ini. Berkaitan dengan tema Beriman sebagai Tanggapan atas Karya Keselamatan Allah ini, mari kita simak pembahasan dibawah ini!

Dalam hidup beragama yang pokok adalah sikap batin. Agama yang bersifat lahiriah, dengan sendirinya menjadi formalisme dan kosong. Dan tidak semua orang yang mengaku dirinya memiliki agama, memiliki iman yang mendalam. Agama merupakan pengungkapan iman dalam arti yang luas. Dalam agama, iman mendapat bentuk yang khas, yang memampukan orang beriman mengomunikasikan imannya dengan orang lain, baik yang beriman maupun yang tidak. Dalam pelajaran ini, secara khusus kita akan membahas tentang kehidupan beriman sebagai tanggapan atas karya keselamatan Allah. Dalam hidupnya manusia mengalami dan merasakan bahwa Allah senantiasa hadir menyapa dirinya. Allah menghibur, membimbing, dan menguatkan manusia, baik dalam suka maupun duka, baik dalam kepastian maupun keraguan, baik dalam untung maupun malang. Allah setia menyertai manusia, karena Allah menghendaki hidup manusia selamat. Untuk memahami lebih mendalam tentang iman, maka kita harus juga memahami tentang wahyu. Karena iman tidak dapat dipisahkan dari wahyu Ilahi.

Wahyu
Pengertian wahyu Ilahi dalam teologi Kristiani dapat dirumuskan sebagai berikut: ”Pernyataan Allah yang tak kelihatan, misterius, yang tak mungkin dihampiri manusia dengan kemampuannya sendiri. Dalam pernyataan itu Allah memperkenalkan diri-Nya dan memberikan diri-Nya untuk dikasihi. Subjek pewahyuan ilahi adalah Allah sendiri, sebagaimana dirumuskan ” Dalam kebaikan dan kebijaksanaan-Nya Allah berkenan mewahyukan….”. Di sini diakui secara jelas bahwa Allah mengambil inisiatif untuk membuka diriNya atas dasar kebaikan dan kebijaksanaan-Nya. Siapakah Allah? Dirumuskan juga demikian ” Maka dengan wahyu itu Allah yang tidak kelihatan (lihat Kolose 1:15; 1Timotius 1:17) dari kelimpahan cinta kasih-Nya menyapa manusia sebagai sahabatsahabat- Nya…” Di sini kita melihat pengakuan Gereja Katolik akan Allah yang dari kelimpahan cinta kasih-Nya mau menjadi sahabat manusia. Dengan kata lain, Allah yang diperkenalkan adalah Allah yang baik, bijaksana, berkelimpahan cinta kasih. Jadi, keinginan Allah mau bersahabat itu karena kebaikan, cinta, dan kebijaksanaan-Nya. Dialah Bapa yang diperkenalkan oleh Yesus Kristus. Jadi isi pewahyuan adalah diri Allah sendiri dan rahasia kehendak-Nya. Dari kutipan di atas jelas bahwa wahyu adalah Allah sendiri yang menyapa manusia, yang berbicara dengan manusia, yang berhubungan secara pribadi dengan manusia.

Iman
Kalau wahyu adalah Allah sendiri yang menyapa manusia, maka dari pihak manusia diharapkan tanggapan atas sapaan itu. Tanggapan ini disebut iman. Berdasarkan paham wahyu yang dikatakan dalam DV 2,4, Konsili mengatakan: “Kepada Allah yang mewahyukan diri, manusia harus menyatakan ketaatan iman. Dalam ketaatan iman tersebut manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah dengan kepenuhan akal budi dan kehendak yang penuh kepada Allah pewahyu …” (DV 5). Maka sebagaimana dalam paham Wahyu ditekankan ciri pribadi dan dialogal, demikian pula ciri itu tampak jelas dalam hal iman. Iman adalah sikap penyerahan diri manusia dalam pertemuan pribadi dengan Allah. (Mgr. I. Suharyo Pr.). Iman adalah ikatan pribadi manusia dengan Allah dan sekaligus, tidak terpisahkan dari itu, persetujuan secara bebas terhadap segala kebenaran yang diwahyukan Allah. Sebagai ikatan pribadi dengan Allah dan persetujuan terhadap kebenaran yang diwahyukan Allah, iman Kristen berbeda dengan kepercayaan yang diberikan kepada seorang manusia. Menyerahkan diri seluruhnya kepada Allah, dan mengimani secara absolut apa yang Ia katakan adalah tepat dan benar. Sebaliknya, adalah sia-sia dan salah memberikan kepercayaan yang demikian itu kepada seorang makhluk (Katekismus Gereja Katolik art. 150).

MAKNA BERIMAN

  1. Beriman tidak hanya sekadar tahu atau sekadar percaya, tetapi berani melakukan apa yang diketahui dan dipercayai.
  2. Dengan kata lain, beriman kepada Allah, berarti menyerahkan diri secara total kepada Allah.
  3. Penyerahan diri secara total itu muncul berdasarkan keyakinan bahwa Allah pasti akan memberikan dan melakukan yang terbaik bagi manusia. Yang dikehendaki Allah semata-mata kebahagiaan dan keselamatan manusia.
  4. Sikap penyerahan diri secara total tersebut memungkinkan manusia tidak tawar-menawar apalagi memaksakan kehendak sendiri, tidak ragu-ragu. Iman yang merupakan relasi dengan Tuhan akan lebih nyata jika manusia memberikan jawaban atas panggilan Allah berupa tindakan yang nyata.

Relasi manusia dengan Allah akan menjadi lebih nyata jika iman tidak hanya diungkapkan melalui doa maupun puji-pujian saja, tetapi juga diwujudkan dalam hidup sehari-hari, terutama melalui perbuatan baik yang menyelamatkan dan membahagiakan sesama. Orang dapat disebut betul-betul beriman bila ia sungguh-sungguh menghayati dan mewujudkan imannya dalam hidup sehari-hari. Karena jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakikatnya adalah mati. Sebab iman bekerja sama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itulah iman menjadi sempurna. Manusia dibenarkan karena perbuatan-perbautannya, bukan hanya karena iman. (lihat Yakobus 2:14-26). Yesus pun secara tegas mengatakan: ”Bukan setiap orang yang berseru: Tuhan, Tuhan! Akan masuk Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga” (Matius 7:21).


Pages: 1 2