Matius 8:18-22 Renungan


sumber gambar: www.hidupkatolik.com

Menurut tradisi Yahudi, seseorang yang meninggal mesti dikuburkan dalam jangka waktu 24 jam, bahkan bisa dilaksanakan kurang dari 6 jam setelah ia meninggal (Lih. Sir 22:12; Yud. 16:24). Putra-putra dari orangtua yang meninggal itu harus memastikan sebuah penanganan yang layak bagi orangtuanya yang meninggal mulai dari menyiapkan kuburan, ritual-ritual, dan konsisten dengan aturan-aturan mengenai masa perkabungan. Setelah penguburan selesai dilakukan, mereka akan memasuki masa perkabungan selama tujuh hari dan dalam masa ini kerabat terdekatnya tidak akan meninggalkan rumah kecuali pergi ke kuburan orangtua atau kerabat yang meninggal tersebut. Masa tujuh hari perkabungan ini diwarnai dengan kedatangan para kerabat yang lain atau tetangga yang berkunjung untuk menyatakan turut berdukacita serta memberikan peng-hiburan. Setelah melewati masa perkabungan pertama ini, kunjungan para kerabat berangsur sepi, namun kerabat terdekat dari orang yang meninggal itu akan meneruskan masa perkabungan berikutnya hingga genap tiga puluh hari, bahkan terus dilanjutkan hingga genap satu tahun.

Maka, permintaan untuk menguburkan ayah yang meninggal itu, merupakan sebuah permintaan yang bukan hanya masuk akal secara kultural, melainkan juga esensial secara teologis dalam konteks jaman itu bahkan mungkin sampai saat ini. Bila kita melihat catatan Injil Markus: “Yesus berkata pula kepada mereka: “Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu m sendiri. Karena Musa telah berkata: Hormatilah ayahmu dan ibumu! n dan: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus mati. “(lih Mrk. 7:9-10). Dari catatan tersebut Yesus setuju bahwa menguburkan orang tuanya yang telah meninggal adalah tindakan yang benar. Tetapi, Mengapa sekarang Yesus justru memberikan respons yang berbeda? “Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka.” (lih. Mat 8:22).


Pages: 1 2 3